Sebelum melangkah jauh mari kita pahami dulu apakah KPI ini.
Pengertian KPI (Key Performance Indicator) adalah parameter penentu dan pengukur kemajuan terhadap penetapan target. KPI akan memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil mewujudkan target kerja setiap periode.
KPI bisa disebut juga TTMK3L (Tujuan dan Target Mutu Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) bagi industri saat sudah menerapkan integrasi 3 standar sistem yaitu ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001. TTMK3L terdapat kewajiban pengukuran masalah safety dan lingkungan pada salah satu poin TTMK3L berdasarkan clausulnya.
Pelaporan pencapaian KPI setiap bulan maupun 2 bulan sekali melalui wadah pertemuan manajemen RTM (Rapat Tinjauan Manajemen) dihadiri direksi maupun perwakilan direksi.
KPI tidak hanya ditujukan bagi departemen produksi tetapi untuk setiap departemen, komite - komite dan panitia atau tim sukses tertentu di perusahaan. Berikut ulasan 6 KPI utama produksi:
- Output value
- Carry over
- Quality defect
- Waste
- Over time
- Zero accidents
1. Output Value
Output value merupakan hasil produksi secara aktual berdasarkan penetapan target. Output value dibuat dalam skala waktu mingguan, bulanan, 3 bulan (Quartal), 6 bulan (Semester), tahunan (Anual) dan terdata sampai beberapa tahun ke belakang. Banyaknya skala waktu ini untuk membandingkan pencapaian dari waktu ke waktu dan estimasi ke masa berikutnya.
Satuan parameter output value adalah rupiah atau mata uang asing pada transaksi bisnis perusahaan. Konversi ke satuan mata uang didapat dari kubikasi, berat atau hitungan satuan proses produksi tersebut.
Terkait sistem JIT, bukankah output produksi sudah ditentukan sehingga tidak bisa menaikan hasil lagi?
JIT menetapkan jumlah order produk, 1 order produk ditentukan jumlah finish goods dan setiap order produk bisa beragam dalam jumlah finish goods. KPI output value akan tinggi jika setiap skala waktu bisa menyelesaikan beberapa order produk bahkan bisa melampau target dan dapat menarik order produk di depannya.
Bagaimana jika output value tidak naik bahkan turun karena order produk sepi?
Masalah ada pada departemen diluar produksi.
2. Carry Over
Carry over adalah proses produk belum berhasil diselesaikan sesuai penetapan skala waktu sehingga mengganggu jadwal shipping dan delivery.
Dampak sering terjadinya carry over terbesar adalah hilangnya kepercayaan pelanggan potensial terhadap perusahaan.
Akibat sering carry over secara internal perusahaan adalah hilangnya kepercayaan PPIC kepada main plant tertentu di manufacturing. Perusahaan grup biasanya terdapat beberapa main plant produksi serta memiliki fungsi operasional sama. PPIC akan melimpahkan order produk pada main plant pilihan yaitu mampu memberikan carry over paling sedikit sampai tidak ada carry over.
Ketika main plant diberikan sedikit order produk dibandingkan main plant lainnya maka akan mengalami pembengkakan biaya produksi karena output dibagi jumlah tenaga kerja dan faktor COGS lainnya menjadi turun sehingga speed proses pun turun.
Rumus speed proses = output / DLC.
KPI carry over dihitung berdasarkan jumlah carry over per skala waktu. Manajemen plant harus mewaspadai angka carry over ini dan lakukan upaya melalui strategi improvement berdasarkan strategi bisnis sehingga value propotition main plant akan kembali tinggi.
Carry over dapat disebabkan adanya kerusakan mesin, reject tinggi dan kesalahan proses.
3. Quality Defect
KPI quality defect dihitung menggunakan prosentase atau permil antara jumlah reject dibagi jumlah order produk. Misalnya 100 finish goods terdapat 1 barang reject maka prosentasenya 1 berbanding 100 menjadi 1% atau 10 permil. Perhitungan ini berlaku untuk produk finish goods serupa.
Bagaimana untuk finish goods yang terdiri dari beberapa komponen (assembly)?
Untuk katagori assembly seperti perabot rumah tangga dan lainnya KPI bisa dihitung berdasarkan jumlah pass finish goods setelah pemeriksaan perakitan oleh QC internal dan Inspector dari pembeli.
Hasil pemeriksaan rakitan tersebut ada 2 kemungkinan yaitu pass atau fail. Perhitungan KPI diperoleh dengan membandingkan antar fail dibagi jumlah order produk.
Pemeriksaan rakitan melalui sampling seperti 1 dari 30 finish goods berdasarkan standar AQL digunakan.
4. Waste
Reject akan menyebabkan waste dari material utama dan material pendukung untuk mengganti komponen reject. Permintaan waste diajukan secara prosedural resmi bisa menggunakan email dan cc kepada PIC terkait sehingga sampai ke bagian Acounting untuk mendata transaksi ini.
KPI waste diukur rupiah atau mata uang asing. Semakin banyak waste maka KPI akan semakin turun dan menimbulkan inefisiensi produksi.
5. Over Time
Over time dilakukan jika dalam skala waktu pengejaran output ternyata banyak terjadi masalah selama proses produksi. Pertimbangannya adalah apakah biaya over time bisa lebih sedikit atau menguntungkan bagi pencapaian output value sehingga output value akan lebih besar dari biaya over time itu sendiri.
Over time juga dilakukan jika di akhir skala waktu terdapat potensi carry over dan harus diselamatkan oleh over time. Ini terlihat dari jumlah time base tinggal sedikit sementara proses masih banyak diujung skala waktu.
Tetapi tentu saja over time tinggi menyebabkan KPI menjadi turun.
Perhitungan KPI over time dengan cara jumlah over time dibagi biaya DLC dalam satuan mata uang. Semakin rendah prosentasenya maka KPI ini semakin tinggi.
6. Zerro Accident
KPI zerro accident dihitung dengan cara membandingkan jumlah kecelakaan kerja dalam parameter periode tertentu. Misalnya jumlah kecelakaan kerja dalam 10000 hour meter pada mesin produksi. Semakin rendah angka kecelakaan kerja maka KPI ini semakin tinggi dan targetnya tidak ada kecelakaan kerja.
Kerugian terjadinya kecelakaan kerja bagi produksi adalah hilangnya time base sehingga menghambat pencapaian output. Kerugian bagi perusahaan secara umum bisa sampai kepada pencabutan izin usaha perusahaan dan ini sangat berbahaya.
Upaya untuk menjaga tidak terjadinya kecelakaan kerja harus dilakukan sebagai bagian strategi bisnis perusahaan.
Loading posts